Rabu, 05 Oktober 2011

ILMU BUDAYA DASAR: KEBUDAYAAN "INSTAN" DALAM SEPAK BOLA INDONESIA

Alibi dan budaya instant masih menjadi andalan. Setidaknya inilah yang tersirat dari komentar ketua BTN (Badan Tim Nasional), Rahim Soekasah yang saya baca dalam sebuah berita. “Saya inginnya pemain naturalisasi, agar bisa bangkit persepakbolaan kita dan mempunyai derajat yang tinggi. Selain itu akan kita cari pemain keturunan Indonesia yang bermain di luar negeri,” tegas Rahim. Sikap seolah lepas tangan dari tanggung jawab, dan mengagungkan budaya instant yang selama ini sudah dilakukan.
Wacana naturalisasi sudah sering didengungkan dalam bebarapa tahun terakhir dan jawabannya pun sudah pasti, sulit! Hanya anak (dibawah usia 21 tahun) yang bisa mendapatkan kewarganegaraan ganda, setelah itu tidak ada undang-undang di Indonesia yang memperbolehkan kewarganegaraan ganda, sesuai dengan Undang-Undang No. 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia.
Inilah yang menjadi permasalahan sejak wacana naturalisasi terbentuk. Yang terakhir tahun lalu, ketika pemain Belanda yang mempunyai darah Indonesia, Sergio van Dijk, ingin memperkuat tim nasional Indonesia terbentur dengan masalah kewarganegaraan ganda. Sergio nampaknya harus melupakan mimpinya tersebut karena tidak mau hanya berkewarganegaraan Indonesia saja karena alasan tertentu.
Naturalisasi Bukan Sebuah Solusi


Kalau ingin memakai pemain naturalisasi sebaiknya PSSI meminta dulu perubahan undang-undang kewarganegaraan di Indonesia, tanpa itu semua hanya omong kosong. Harap pula kita ingat bahwa tidak semua pemain keturunan Indonesia yang setidaknya pernah bermain di luar negeri mempunyai kemampuan yang lebih baik. Banyak contohnya, kalau kita ingat tentang Rigan Agachi dan kini Irvin Museng, pemain yang pernah digadang menjadi pemain hebat bagi indonesia karena berlatih di Belanda, kini hanya menjadi pemain di Divisi Utama Liga Indonesia. Atau keinginan Irfan Bachdim untuk bermain di Persija atau Persib merupakan sebuah gambaran bahwa kualitas para pemain tersebut biasa saja.
Kita tidak bisa mengharapkan seorang pemain hebat tiba-tiba datang dan bermain untuk Indonesia. Naturalisasi bukanlah sebuah solusi! Lebih baik investasikan dana untuk memperbaiki mental dan pembinaan pemain muda di Indonesia, itu lebih rasional daripada mengharapkan datangnya keajaiban. Apakah pengurus PSSI terutama Ketua BTN lupa akan hal ini? Atau memang perlu revolusi dalam tubuh PSSI.silahkan anda menilainya sendiri !

Tidak ada komentar:

Posting Komentar